WALPAM Kejaksaan Tinggi Banten diduga Terkesan Mengambil Alih Tugas Resmi Lembaga Inspektorat, BPK, BPKP Dan (APIP)
Banten”di wartakan oleh warta terkini.com- Direktur Eksekutif Lembaga Front Pemantau Kriminalitas, DJ.Syahrial Deny mengatakan meskipun adanya Walpam di Kejaksaan Tinggi Banten, tidak akan bisa menjamin semua proyek dapat berjalan mulus, dan tanpa ada masalah. Untuk itu dirinya meminta agar pemerintah daerah tidak perlu repot-repot dengan melibatkan pihak kejaksaan dalam pelaksanaan kegiatan proyek. Karena menurutnya meskipun dengan melibatkan pihak Walpam kejaksaan, tidak akan menjamin. “Coba saja siapa yang bisa menjamin dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan, jika pihak kejaksaan terlibat dan sampai ikut bermain proyek,yang ada akan menambah beban bagi pihak pelaksana, bahkan kontraktor akan merasa was-was juga dalam bekerja”tegas Deny, Jumat, 27 September 2024. Mengingat kehadiran pendampingan hukum itu tidak selalu ada di lapangan.
Karena itu, Dir-Eks FPK yang akrab disapa Deny Debus mempertanyakan alasan di balik adanya permintaan pendampingan Pelayanan Pengawalan dan Pengamanan (WALPAM) dari pihak kejaksaan, meskipun secara mekanisme memang diajukan oleh pihak dinas untuk mengawal jalanya proyek yang ada di Provinsi Banten. Akan tetapi saya yakin tentunya ada saran, serta arahan dari pihak kejaksaan, agar dinas mau mengajukan pendampingan dalam pelaksanaan kegiatan proyek. Semua itu karena adanya rasa kekhawatiran dari pihak dinas dalam melaksanakan kegiatan proyek, sehingga mau mengikuti saran dan arahan untuk meminta pendampingan Walpam Kejaksaan.
Padahal semuanya sudah ada yang mengatur tentang tata laksana dalam pekerjaan proyek, termasuk adanya pelaksana, adanya konsultan perencana dan konsultan pengawas, serta adanya Pejabat Pembuat. Komitmen (PPK) yang bertanggung jawab atas segala tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja, antara lain’meliputi penyusunan rencana pelaksanaan kegiatan, dan juga adanya pejabat pelaksana teknis kegiatan (PPTK).yang bertugas untuk mengendalikan dan melaporkan perkembangan PPTK,serta menyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran dan menyiapkan dokumen pengadaan barang dan jasa.
Deny Debus juga menyebutkan jika merujuk pada Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang dan Jasa, serta Perlem LKPP Nomor 12 Tahun 2021, sudah memberikan pedoman lengkap mengenai pengadaan. Untuk itu dirinya mengimbau agar aturan yang ada dipatuhi saja dulu dan tidak perlu ditambah-tambahkan lagi.
Meski begitu Deny mengingatkan kembali, memang sebelumnya ada lembaga yang dikenal dengan Tim Pengawas Pembangunan Pusat dan Daerah (TP4D), tapi itu sudah dibubarkan melalui Keputusan Jaksa Agung Nomor. 346 Tahun 2019. Lembaga itu dibubarkan karena dinilai tidak efektif. Akan tetapi kenapa sekarang ini malah timbul Walpam Kejaksaan, sehingga terkesan hanya ganti baju saja.? “Jadi ada apa di balik permintaan pendampingan hukum dari dinas pada kejaksaan, memangnya semua proyek yang ada di Provinsi Banten ini semuanya akan bermasalah, dan ada pelanggaran hukum nya, Bukankah selama ini banten masih baik-baik saja kan,” terang Deny kepada media ini.
Jadi menurut nya Kejaksaan dalam hal ini APH cukup menerima laporan saja, jika terjadi adanya indikasi korupsi, atau penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pelaksana proyek di lapangan. Mengingat dengan keterbatasan personil dan SDM dari Walpam Kejaksaan yang terbatas. Jadi jangan sampai akibat mendampingi kegiatan proyek di Dinas Pemerintah, malah tugas pokok Kejaksaan Tinggi Banten jadi terabaikan. Bahkan kami khawatirkan Target pemberantasan korupsi di Kejati Banten tidak tercapai.
Lebih lanjut Deny Debus mengatakan bahwa Walpam artinya Pengawalan dan Pengamanan,nah yang menjadi bahan pertanyaan, Pengawalan dalam bentuk apa? Apakah pengawalan teknis dan administrative nya? dan pengamanan dalam bentuk apa yang dilakukan oleh pihak Kejaksaan terhadap pelaksanaan kegiatan proyek pemerintah? Karena pemerintah Provinsi Banten ini bukan provinsi yang dalam keadaan masa kritis dan adanya konflik. Selain itu sudah ada lembaga resmi yang sudah mengurus tentang pelaksanaan dan pengawasan proyek.
Selanjutnya yang menjadi bahan pertanyaan lagi, bagaimana dengan honor untuk Tim Walpam saat melaksanakan kunjungan pengawasan kelokasi, serta siapa yang bertanggung jawab tentang honor tersebut. Apa tidak mungkin dinas akan memberikan dari presentase proyek. karena bukan rahasia umum lagi, para pengusaha untuk mendapatkan sebuah proyek di dinas harus mengeluarkan kocek sekian persen, belum lagi biaya lainya.
Anehnya lagi ungkap Deny sebanyak 107 paket proyek strategis daerah (PSD) senilai Rp986,7 miliar di delapan organiasi Perangkat Daerah (OPD) Pemprov Banten itu dilakukan di tengah anggaran 2024 dan pengerjaan proyek nya telah berjalan, bahkan ada proyek yang sudah selesai dikerjakan. Sementara, penandatanganan pakta integritas terkait pengamanan PSD Provinsi Banten baru digelar, Kamis (15/8/2024). Ada apa ini? ‘Jadi buat apa lagi ada pendampingan dari Walpam Kejati kalau proyek nya saja sudah berjalan, bahkan sudah ada yang selesai kerjakan.
Justru menurut Deny dengan kehadiran Walpam itu, malah terkesan mengambil alih tugas resmi dari lembaga Inspektorat,BPK dan BPKP dan juga Aparat Pengawasan Intern Pemerintah ( APIP) dalam istilahnya Lembaga Pengawas Internal. Karena di bentuknya dua lembaga ini sesuai dengan kewenangannya,yang bertujuan untuk menjamin agar penyelenggaraan pemerintahan berjalan sesuai dengan tujuan dan sasaran yang diharapkan. Jadi buat apa ada lembaga tersebut,lebih baik bubarkan saja, “Ketus Deny.
Kendati begitu jika terjadi adanya penyimpangan dalam hal Administrasi di dalam pelaksanaan proyek, Inspektorat dan BPK lah terlebih dulu yang mempunyai tugas, untuk melakukan Pengawasan dan melakukan Audit. Sesuai dengan Pasal 2 dan 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor. 20 Tahun 2023 Tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 192 Tahun 2014 tentang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). jadi bukan dari kejaksaan dengan istilah Walpam.
Karena Tugas dan wewenang Kejaksaan RI itu sudah jelas di atur sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 30, 31, 32, 33 dan 34 Undang-Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. Jadi sangat riskan sekali jka peran kejaksaan bertugas hanya untuk ikut mengurusi dan mengawasi pelaksanaan proyek pemerintah.
Untuk itu pihaknya mendesak agar Pemerintahan Provinsi Banten yang telah meminta pendampingan hukum dari Kejaksaan Tinggi untuk membatalkan. Karena menurutnya hal ini hanya akan menambah kecurigaan masyarakat terhadap Integritas Pelaksanaan Proyek yang ada di Provinsi Banten.
Di akhir pembicaraan Deny mengatakan bahwa dirinya sebagai masyarakat yang selama ini merasa bangga pada Korp Adhyaksa, meminta kepada pihak Kejaksaan Agung untuk dapat mengkaji ulang dan mengevaluasi kembali dengan keberadaan Walpam pada Kejaksaan Tinggi pada tiap daerah khususnya di Provinsi Banten.
Sampai berita ini di turunkan pihak kejaksaan tinggi banten belum memberikan keterangan resmi(*Red